September 199X...aku genap berumur 10 tahun, mama bikin pesta kecil-kecilan untuk merayakannya, anak-anak sekitar rumahku pun diundang untuk menghadiri acara sederhana itu, aku yang masih lugu itu sangat girang menantinya, terbayang akan sangat serunya dan menyenangkannya acara itu, "pasti seru nih ultahku nanti" didalam benakku saat itu, sampai tak bisa tidur aku membayangkannya.
Esoknya aku pergi ke sekolahku di SD negeri 1. Dengan senangnya aku ingin memberitahukan akan adanya acara tersebut pada teman- teman sekolahku. Saat istiharat siang di sekolah aku pun mulai "beraksi", dengan mencoba bersifat ramah aku membagi-bagikan undangan sederhana ke teman-teman sekelasku, sambil senyum manis khas anak berumur 10 tahun. Karena mamaku saat itu selalu mengajarkan untuk selalu murah senyum dan bersikap ramah ke semua orang. Aku melanjutkan membagi-bagikan undangan ke pesta kecilku itu, tiba-tiba ada seorang anak dikelasku yang bertanya seperti ini "kok jalannya begitu?", aku hanya bisa diam mendengar itu, ya jalanku memang beda dari orang-orang umumnya agak diseret, akhirnya aku tak menjawab pertanyaan anak tersebut dan hanya membalasnya dengan senyum kecil di bibir.
Setelah selesai membagi-bagikan undangan, ada temanku yang bertanya lagi "ini undangan ke pesta ulang tahun kamu ya" aku langsung menjawab dengan semangat "iya!, itu untuk ke ultah aku!", tiba-tiba seisi kelas melirik ke arahku, "kamu ngomong apa", "eh suaranya kok gitu ya", "iya ya", aku lupa bahwa aku harus menjaga bicara karena bicaraku kurang jelas, aku mencoba untuk tenang dengan mencoba bersikap ramah ke mereka tapi itu sia-sia, aku mulai dihina oleh anak-anak yang tergolong nakal, sementara yang lain bisik-bisik soal itu, aku mulai bingung, gusar dan sedih saat itu, tanpa sadar air mata telah menitik di mataku, dan akupun tak kuasa menahan tangis, suara ledekan para anak-anak badung itu membuat isak tangisku makin menjadi-jadi saat itu, sampai akhirnya guruku Pak Tanoto masuk ruangan kelas, "ada apa ini ribut-ribut?" tanya guru matematikaku itu, anak-anak yang tadinya sangat berisik itu sontak mendadak diam tak bersuara lagi, "Engla, kamu kenapa nangis?" tanya Pak Tanoto padaku, aku cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala tanda tak terjadi apa-apa, "ya udah kalau ga ada sesuatu ya, berhenti nangis dong, masa anak manis nangis" kata Pak Tanoto mencoba menghiburku, "ayo anak-anak, pelajaran kita mulai lagi ya" terang guru yang memang terkenal ramah itu.
Pelajaran pun dimulai lagi tanganku dengan lincah mengisi soal-soal yang diberikan, tapi yang selalu terpikir di pikiranku bukanlah cara untuk menyelesaikan soal-soal tersebut, melainkan cemoohan yang kudapat saat istirahat itu, aku mulai berpikir apa yang salah denganku, kenapa aku dihina mereka?, apakah karena kekuranganku?, akhirnya waktu pulang sekolah tiba, pertanyaan itu akhirnya tak bisa terjawab diriku yang masih polos saat itu. Saat dirumah aku dengan iseng bertanya kepada mama,"Ma, apakah benar kita harus ramah ke semua orang?", "Lho?, kan mama sudah ngajarin kamu, kamu harus ramah ke setiap orang" jawab mama, "Supaya?" tanyaku lagi, "ya supaya untuk mereka juga mau ramah ke kamu, "kalau kamu judesin dan cuekin mereka ya mereka juga judes dan cuek ke kamu" jawab mama, "oh begitu ya ma" kataku polos, "iya nak, makanya kamu harus ramah ya, biar yang lain juga ramah ke kamu juga" jelas mamaku lagi, "ok deh mam" sambungku dengan nada ceria, "pinter anak mama, udah malem nih tidur gih, besok pas acara ulang tahunnya ngantuk lagi, jangan lupa gosok gigi ya sebelum tidur" kata mama kepadaku, "yep!" jawab aku kecil. akupun bergegas mengerjakan semua yang disuruh mama yaitu gosok gigi lalu tidur, akupun bersemangat lagi menjelang pesta ultahku itu.
Akhirnya hari itu datang juga....Hari dimana seharusnya hari itu aku akan bahagia dan tertawa riang gembira, bukannya sedih dan merasa terpojokan....
"Wah rame" kataku yang sangat senang melihat pestaku yang kecil-kecilan itu lumayan ramai, aku lalu menatap wajah mama, dia tersenyum padaku yang sedang sedikit gugup itu, setelah melihat senyum mama aku jadi lega.
"Nak, maen sana sama temen-temen kamu disana" kata mama sambil menunjuk kumpulan anak-anak yang memang sedang berkumpul dan lumayan ramai, "Malu ma" jawabku singkat, "Kenapa malu?, ga usah malu nak, seperti yang mama ajarin ke kamu, coba aja bersikap ramah ke mereka nanti pasti mereka juga ramah ke kamu" jawab mama, "Bener ma?", "?Iya bener, percaya deh sama mama" jawab mama lagi, "Ok mama tinggal dulu ya, nyiapin kue ultah kamu nih" lalu akupun dtinggal mama sendiri.
Aku yang sendirian setelah ditinggal mama pergi melirik ke arah kumpulan anak yang sedang bermain tadi, aku yang setengah takut akhirnya memberanikan diri untuk menghampiri mereka, akupun akhirnya berjalan kearah mereka, seorang anak lalu menyapaku "eh kamu engla kan yang ulang tahun?" tanya anak itu, aku hanya mengangguk dan tersenyum menjawab pertanyaan itu,, "mau ikut main?" tanya anak itu,"heh?" kataku ddalam hatiku, lalu aku mengangguk kencang tanda bahwa aku ingin ikut bermain bersama mereka.
Lalu akhirnya aku ikut mereka bermain, tapi sayangnya semuanya tak seperti yang kuharapkan... Aku hanya melihat mereka bermain dan di suruh-suruh mereka saja,di suruh mengambil minum, mengambilkan kue, mengambil bola yang terlempar dan lain-lain, aku terus bersabar menghadapnya karena ingat ucapan mama kalau aku baik ke mereka pastilah mereka baik juga kepadaku, tapi apa yang kudapat?,mereka malah makin menjad-jadi memerintahku, dan mempermainkanku seperti menendang dengan bola,menunggangiku sebagai kuda, akhirnya aku muak dan memukul salah satu dari anak-anak itu, sontak muncul perkelahian kecil disitu sebelum dlerai para orang tua.
Pesta ultahku yang ke-10 itu akhirnya berantakan, karena orang tua dari anak yang kupukul itu sangat murka dan tidak terima atas perlakuanku ke anaknya itu, "Saya tak terima anak saya dipukul, dididik ga sih anak anak anda!" bentak bu rani ibu dari sandi anak yang kupukul itu, "Maafkan anak saya bu, pasti dia tidak bermaksud seperti itu" jawab mama, "Tidak bermaksud gimana?, anak saya pipinya sampe biru gitu dipukul anak anda!" jawab bu rani lagi dengan murka, aku yang pusing dan merasa sedih saat itu memutuskan untuk berdiam diri di kamar saja.
Aku berjalan dengan pikiran kosong dan badan lemas, setiba di kamar aku langsung jatuh dan bersandar di tembok
Dikamar aku merenung apa yang salah denganku makanya aku selalu dipermainkan, aku mengingat semua kejadian yang menimpaku, kejadian di sekolahku dan di pesta tadi, "Apa karena kekuranganku ?", pikirku tapi tiba-tiba aku teringat akan sesuatu "Coba aja bersikap ramah ke mereka nanti pasti mereka juga ramah ke kamu" "Kalau kamu judesin dan cuekin mereka ya mereka juga judes dan cuek ke kamu", ya aku teringat pesan-pesan mamaku untuk selalu ramah ke setiap orang, "hehe sekarang aku tahu apa masalahku", ucapku sambil tertawa kecil, "ternyata sifatku yang selalu kutunjukkan selama ini SALAH!".
"TAK HARUSNYA AKU RAMAH KE SEMUA ORANG!"
"kalau kamu judesin dan cuekin mereka ya mereka juga judes dan cuek ke kamu" aku kembali teringat ucapan mama, "Ya, itu benar!", "Seharusnya itu yang aku lakukan!, acuh dan cuek kepada semua orang, aku tak akan menganggu mereka dengan begitu mereka tidak akan mengganggu aku" akhirnya itulah kesimpulan dari renunganku, ya untuk memilih menjauh daripada disakiti, mungkin bukan pilihan yang bijak tapi aku sudah memilih untuk memilih menjauh dari orang lain "kalau mereka mau mendekat aku akan menerimanya, tapi aku takkan pernah lagi menjadi engla yang dulu, engla yang mencoba mencari perhatian lewat keramahan, aku takkan pernah lagi jadi seperti itu".
"kalau kamu judesin dan cuekin mereka ya mereka juga judes dan cuek ke kamu" aku kembali teringat ucapan mama, "Ya, itu benar!", "Seharusnya itu yang aku lakukan!, acuh dan cuek kepada semua orang, aku tak akan menganggu mereka dengan begitu mereka tidak akan mengganggu aku" akhirnya itulah kesimpulan dari renunganku, ya untuk memilih menjauh daripada disakiti, mungkin bukan pilihan yang bijak tapi aku sudah memilih untuk memilih menjauh dari orang lain "kalau mereka mau mendekat aku akan menerimanya, tapi aku takkan pernah lagi menjadi engla yang dulu, engla yang mencoba mencari perhatian lewat keramahan, aku takkan pernah lagi jadi seperti itu".
ya untuk menghindar dari tusukan paku besar aku memilih untuk terus merasakan derita ditusuk dengan paku kecil bernama kesepian
Penulis
ENGLA OKTA PIANA